Jumat, 27 Maret 2009

"China Tak Senang" Diserbu Pembaca

Kompas, Sabtu, 28 Maret 2009 | 07:08 WIB



BEIJING, KOMPAS.com - Persaingan China dengan Barat telah mengilhami terbitnya sebuah buku yang isinya menyerang sasaran-sasaran Barat dan elite China sendiri. Nadanya berupa caci maki yang disukai sebagian pembaca. Namun, buku itu membuat pemerintah, yang mencoba mengendalikan nasionalisme, khawatir.

Buku berjudul China Tak Senang sangat laris sejak diterbitkan pada awal Maret ini. Beberapa surat kabar pemerintah telah mempersoalkan serangan-serangan pedas di buku itu kepada AS dan Barat. Serangan-serangan itu juga memercikkan keraguan pada kebijakan Beijing sendiri.

Presiden China Hu Jintao pergi ke London, Inggris, pekan depan untuk menghadiri pertemuan G-20 yang bertujuan membahas krisis ekonomi global yang sedang tidak karuan. Akan tetapi, Washington bersikap tak lebih dari seorang bos kelompok kriminal, menurut lima penulis buku itu.

”Kalau kita misalkan dunia itu seperti sebuah pasar, AS itu seperti bos Mafia di pasar, memberikan surat utang kepada setiap kedai dan kemudian membawa lari barang-barang jualan mereka,” tulis mereka.

”Bos mafia ini, AS, tidak mampu membayar kembali semua surat utang itu, yang berubah menjadi kertas tak berharga. Namun, orang tidak punya pilihan sekarang selain melindungi AS.”

Malas bekerja

Sasaran-sasaran lain adalah Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, yang dikecam oleh Beijing karena menemui Dalai Lama; para intelektual liberal China yang dituduh menjadi kaki tangan pengkritik China, dan publik AS, yang dikecam karena hidup dari utang, tetapi malas bekerja. ”Saya rasa krisis keuangan ini memperlihatkan degenerasi masyarakat AS dari atas hingga ke bawah,” tulis seorang kontributor.

”Rakyat Amerika Serikat tidak sepenuhnya tertipu. Mereka hanya menginginkan rumah-rumah besar tanpa bekerja keras untuk itu,” tambahnya.

Buku berbahasa Cina itu juga menyerang kebijakan China sendiri, menuduh para pejabat tidak kompeten dan konservatif. Serangan buku itu pada sasaran dalam negeri mungkin membantu menjelaskan mengapa buku itu dikritik di media resmi.

”Sebenarnya, sebuah fokus kunci dari buku ini adalah masalah-masalah domestik,” kata Huang Jisu, salah seorang penulisnya, kepada Reuters.

”Krisis keuangan global telah memperlihatkan banyak kelemahan kapitalisme kontemporer dan China seharusnya aktif berpartisipasi dalam penciptaan kembali tata dunia.... Akan tetapi, itu berarti kita harus melakukan pekerjaan sendiri dengan baik dan menangani masalah domestik.”

Isi buku ini juga mencerminkan rasa tidak suka orang Cina pada kritik Barat mengenai Tibet, yang menjadi pemicu demonstrasi dan aksi boikot di berbagai kota di dunia China tahun lalu.

”Dengan Barat terkepung krisis, China harus mengambil lebih banyak prakarsa dan menghukum pemerintah-pemerintah yang mengharapkan bantuan Beijing, tetapi mengkritik China soal Tibet dan Taiwan,” kata para penulis itu. (Reuters/DI)

Selamat datang!

Anda telah memasuki blog "Belajar dari Cina" tempat kita akan berbagi data maupun teori tentang Cina.